berilmu beramal

BERIMAN, BERILMU DAN BERAMAL ADALAH PERKARA PENTING UNTUK MENDAPAT KEREDAAN ALLAH SWT. HILANG SATU PERKARA, CACATLAH YANG LAIN.

Search This Blog

Saturday, January 30, 2010

HUKUM BERPUASA PADA 10 MUHARRAM

Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

(dipetik dari: ulamasunnah.wordpress.com)

[Di dalam kitab beliau Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi -rahimahullahmembawakan tiga buah hadits yang berkenaan dengan puasa sunnah pada bulan Muharram, yaitu puasa hari Asyura / Asyuro (10 Muharram) dan Tasu’a (9 Muharram)]

Hadits yang Pertama

عن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم صام يوم عاشوراء وأمر بصيامه. مُتَّفّقٌ عَلَيهِ

Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-, “Bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan untuk berpuasa padanya”. (Muttafaqun ‘Alaihi).

Hadits yang Kedua

عن أبي قتادة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم سئل عن صيام يوم عاشوراء فقال: ((يكفر السنة الماضية)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.

Dari Abu Qatadah -radhiyallahu ‘anhu-, bahwa Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari ‘Asyura. Baginda menjawab, “(Puasa tersebut) Menghapuskan dosa satu tahun yang lalu”. (HR. Muslim)

Hadits yang Ketiga

وعن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُما قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم: ((لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.

Dari Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhuma- beliau berkata: “Rasulullah SAW. bersabda, “Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan” (HR. Muslim)

“Rasulullah SAW ditanya tentang puasa pada hari ‘Asyura, Baginda menjawab, ‘Menghapuskan dosa setahun yang lalu’, ini pahalanya lebih sedikit daripada puasa Arafah (yakni menghapuskan dosa setahun sebelum serta sesudahnya –pent). Bersamaan dengan hal tersebut, selayaknya seorang berpuasa ‘Asyura (10 Muharram) disertai dengan (sebelumnya, ed.) Tasu’a (9 Muharram). Hal ini karena Nabi SAW bersabda, ‘Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada yang kesembilan’, maksudnya berpuasa pula pada hari Tasu’a.

Huraian:

Rasulullah SAW memerintahkan untuk berpuasa pada hari sebelum maupun setelah ‘Asyura [1] dalam rangka menyelisihi (tidak menyamakan) orang-orang Yahudi karena hari ‘Asyura –yaitu 10 Muharram- adalah hari di mana Allah selamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir’aun dan para pengikutnya. Dahulu orang-orang Yahudi berpuasa pada hari tersebut sebagai syukur mereka kepada Allah atas nikmat yang agung tersebut. Allah telah memenangkan tentera-tenteraNya dan mengalahkan tentera-tentera syaitan, menyelamatkan Musa dan kaumnya serta membinasakan Fir’aun dan para pengikutnya. Ini merupakan nikmat yang besar.

Oleh karena itu, setelah Nabi SAW tinggal di Madinah, baginda melihat bahawa orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura [2]. Baginda pun bertanya kepada mereka tentang hal tersebut. Maka orang-orang Yahudi tersebut menjawab, “Hari ini adalah hari di mana Allah telah menyelamatkan Musa dan kaumnya, serta celakanya Fir’aun serta pengikutnya. Maka dari itu kami berpuasa sebagai rasa syukur kepada Allah”. Rasulullah SAW berkata, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”.

Kenapa Rasulullah mengucapkan hal tersebut? Karena Nabi dan orang–orang yang bersama beliau adalah orang-orang yang lebih berhak terhadap para nabi yang terdahulu. Allah berfirman,

إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya orang yang paling berhak dengan Ibrahim adalah orang-orang yang mengikutinya dan nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman, dan Allah-lah pelindung semua orang-orang yang beriman”. (Ali Imran: 68)

Maka Rasulullah SAW adalah orang yang paling berhak terhadap Nabi Musa daripada orang-orang Yahudi tersebut, disebabkan mereka kafir terhadap Nabi Musa, Nabi Isa dan Muhammad. Maka Baginda SAW berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pula pada hari tersebut. Baginda juga memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi yang hanya berpuasa pada hari ‘Asyura, dengan berpuasa pada hari kesembilan atau hari kesebelas beriringan dengan puasa pada hari kesepuluh (’Asyura), atau ketiga-tiganya. [3]

Oleh karena itu sebagian ulama seperti Ibnul Qayyim dan yang selain beliau menyebutkan bahwa puasa ‘Asyura terbagi menjadi tiga keadaan:

1. Berpuasa pada hari ‘Asyura dan Tasu’ah (9 Muharram), ini yang paling afdhal.

2. Berpuasa pada hari ‘Asyura dan tanggal 11 Muharram, ini kurang pahalanya daripada yang pertama. [4]

3. Berpuasa pada hari ‘Asyura saja, sebagian ulama memakruhkannya karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menyelisihi Yahudi, namun sebagian ulama yang lain memberi keringanan (tidak menganggapnya makhruh). [5]

Wallahu a’lam bish shawab.

(Sumber: Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin terbitan Darus Salam – Mesir, diterjemahkan Abu Umar Urwah Al-Bankawy, muraja’ah dan catatan kaki: Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Rifai)

CATATAN KAKI:

[1] Adapun hadits yang menyebutkan perintah untuk berpuasa setelahnya (11 Asyura’) adalah dha’if (lemah). Hadits tersebut berbunyi:

صوموا يوم عاشوراء و خالفوا فيه اليهود صوموا قبله يوما و بعده يوما . -

“Puasalah kalian hari ‘Asyura dan selisihilah orang-orang yahudi padanya (maka) puasalah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya. (HR. Ahmad dan Al Baihaqy. Didhaifkan oleh As Syaikh Al-Albany di Dha’iful Jami’ hadits no. 3506)

Dan berkata As Syaikh Al Albany – Rahimahullah- di Silsilah Ad Dha’ifah Wal Maudhu’ah IX/288 No. Hadits 4297: Penyebutan sehari setelahnya (hari ke sebelas. pent) adalah mungkar, menyelisihi hadits Ibnu Abbas yang shahih dengan lafadz:

لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع” .

“Jika aku hidup sampai tahun depan tentu aku akan puasa hari kesembilan”

Lihat juga kitab Zaadul Ma’ad 2/66 cet. Muassasah Ar-Risalah Th. 1423 H. dengan tahqiq Syu’aib Al Arnauth dan Abdul Qadir Al Arna’uth.

لئن بقيت لآمرن بصيام يوم قبله أو يوم بعده . يوم عاشوراء) .-

“Kalau aku masih hidup niscaya aku perintahkan puasa sehari sebelumnya (hari Asyura) atau sehari sesudahnya” ((HR. Al Baihaqy, Berkata Al Albany di As-Silsilah Ad-Dha’ifah Wal Maudhu’ah IX/288 No. Hadits 4297: Ini adalah hadits mungkar dengan lafadz lengkap tersebut.))

[2] Padanya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa penetapan waktu pada umat terdahulu pun menggunakan bulan-bulan qamariyyah (Muharram s/d Dzulhijjah, Pent.) bukan dengan bulan-bulan Syamsiah, ala Eropah (Jan s/d Des). Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengkhabarkan bahwa hari ke sepuluh dari Muharram adalah hari di mana Allah membinasakan Fir’aun dan pengikutnya dan menyelamatkan Musa dan pengikutnya. (Syarhul Mumthi’ VI.)

[3] Untuk puasa di hari ke sebelas haditsnya adalah dha’if (lihat no. 1) maka – Wallaahu a’lam – cukup puasa hari ke 9 bersama hari ke 10 (ini yang afdhal) atau ke 10 saja.

Asy-Syaikh Salim Bin Ied Al Hilaly mengatakan bahwa, “Sebahagian ahlul ilmu berpendapat bahwa menyelisihi orang Yahudi terjadi dengan puasa sebelumnya atau sesudahnya. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW,

صوموا يوم عاشوراء و خالفوا فيه اليهود صوموا قبله يوما أو بعده يوما .

“Puasalah kalian hari ‘Asyura dan selisihilah orang-orang Yahudi padanya (maka) puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya”.

Ini adalah pendapat yang lemah, karena bersandar dengan hadits yang lemah tersebut yang pada sanadnya terdapat Ibnu Abi Laila dan ia adalah LEMAH hafalannya.” (Bahjatun Nadhirin Syarah Riyadhus Shalihin II/385. cet. IV. Th. 1423 H Dar Ibnu Jauzi)

[4] (lihat no. 3)

[5] Asy-Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan,

والراجح أنه لا يكره إفراد عاشوراء.

Dan yang rajih adalah bahwa tidak dimakruhkan berpuasa ‘Asyura saja. (Syarhul Mumthi’ VI)

Wallaahu a’lam.

Monday, January 11, 2010

SEMUA AMAL PERBUATAN BERMULA DENGAN NIAT


Rasulullah SAW telah bersabda: "Sesungguhnya semua amal perbuatan itu hanyalah dianggap benar, sesuai dengan niatnya dan sesungguhnya bagi setiap orang itu adalah mengikut apa yang diniatkannya ( balasan amal perbuatan yang dilakukan adalah mengikut niat yang ada dalam hatinya).
Oleh itu, barang siapa yang hijrahnya itu semata-mata untuk mengharapkan keredhaan Allah dan RasulNya, maka hijrah itupun kepada Allah dan RasulNya (diterima dan diredhai), tetapi barang siapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya atau untuk seorang wanita yang hendak dikahwininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksudkan itu.
(Riwayat : Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Kesimpulan:

NIAT YANG BETUL + PERBUATAN MENGIKUT SUNNAH = DITERIMA

NIAT YANG BETUL + PERBUATAN MELANGGAR HUKUM SYARAK = DITOLAK

NIAT TAK BETUL + PERBUATAN BAGUS = DITOLAK

NIAT TAK BETUL + PERBUATAN TAK BETUL = DITOLAK


Niat tak betul = niat bukan kerana Allah SWT seperti kerana wang, kedudukan, ketua jabatan,atau kerana mahu pujian orang dan lain-lain yang seumpama

Perbuatan mengikut sunnah = perbuatan tersebut mengikut garis-garis
sebagaimana yang ditetapkan di dalam Al Quran, Hadis Nabi SAW, Ijmak Ulamak dan Qias.

Perbuatan tak betul = perbuatan, kerja atau amalan sama ada ibadat
ataupun kehidupan harian yang bertentangan dengan kehendak Al Quran dan Hadis.

* perbincangan tentang niat adalah terlalu luas, melibatkan ibadat khusus, ibadat umum, kefardhuan dalam berniat, tujuan berniat dan lain-lain lagi. akan bersambung.*



CONTOH MASALAH:

1. Adakah menghantar orang ke hospital tanpa sebarang bayaran dikira niat yang baik/ikhlas ? Kalau terima wang, maka tidak ikhlas.

Jawapan: belum tentu ikhlas walaupun tidak terima wang, kerana kalau hati merungut, tentu pahala entah ke mana.

Bila kerja ikhlas tak boleh minta duit, ada orang kata begitu. Yalah kalau hati kita tak berkata-kata tak apalah, memang besar pahala menolong orang yang berada dalam kesusahan.

Sekiranya orang yang kita tolong itu memberi kita sumbangan berupa wang, kita terimalah agar hati orang yang kita tolong itu merasa puas. Dan kalau kita kasihan padanya, kita boleh sedekahkan kembali. Maka itu lebih baik.

Atau anda boleh katakan begini, saya boleh tolong tetapi kereta saya tak ada minyak. Mungkin orang yang kita tolong itu dapat bantu kita dari segi wang dan kita bantu dia dari segi masa dan tenaga. Ini juga adalah pertolongan yang ikhlas. Bergantung kepada niat kita. Hanya allah saja yang tahu. Wallahu a'lam.


2. Adakah kerja makan gaji tidak mendapat pahala ?

Jawapan : Ya, mendapat pahala. Malah dikira sebagai ibadat.

Apabila kita buat kerja sama ada makan gaji dengan kerajaan, swasta atau kerja sendiri, kerja kita diberi upah berupa gaji. Kita terima gaji tersebut mengikut perjanjian kita dengan majikan.

Kerja kita menjadi ibadat apabila niat kita bekerja untuk mencari rezeki yang halal, kita bekerja dengan tekun, tidak mencuri tulang, mematuhi peraturan serta sentiasa menjaga ibadah-ibadah khusus seperti solat, puasa, zakat dan lain-lain.

* banyak soalan yang lain, ini hanya contoh. Anda boleh kemukakan. Ustaz akan memberi penjelasan sekadar mampu.

Sunday, January 3, 2010

SEORANG DOKTOR NEUROLOGI MENEMUI KEAJAIBAN ALLAH

Assalamu'alaikum Wbrth! Dan Salam Sejahtera! Sahabat2 semua yang Islam Dan juga yang Bukan Islam... Bacalah E mail ini dari sahabat yg menetap di US:

[ ARTIKEL INI TELAH LAMA DITERBITKAN DALAM BANYAK BLOG. SEMOGA ARTIKEL INI DAPAT MENINGKATKAN KEYAKINAN KITA TERHADAP PENCIPTA SERTA MENINGKATKAN TAHAP IBADAH KITA']


'Seorang doktor di Amerika Syarikat telah memeluk Islam kerana beberapa keajaiban yang ditemuinya dalam penyelidikannya. Dia amat kagum dengan penemuan tersebut, sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran.

Dia adalah seorang Doktor Neurologi .. (doktor pakar saraf)
Setelah memeluk Islam, dia amat yakin akan perubatan secara Islam Dan dengan itu telah membuka sebuah klinik yang bertemakan 'Perubatan Melalui Al-Qur'an' .

Kajian perubatan melalui Al-Qur'an membuatkan ubat-ubatannya berteraskan apa yang terdapat di dalam Al-Qur'an.... Di antara kaedah-kaedah yang digunakan termasuklah berpuasa, madu lebah, biji hitam (black seed) Dan sebagainy a.

Apabila ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam,
Maka doktor tersebut memberitahu bahawa semasa beliau melakukan kajian urat saraf, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia yang tidak dimasuki oleh darah . Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara normal.
Setelah membuat kajian yang memakan masa, akhirnya beliau mendapati Bahawa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak manusia melainkan pada ketika seseorang itu sedang sujud semasa mengerjakan Sembahyang!!!

Urat tersebut memerlukan darah hanya untuk beberapa sukatan yang tertentu sahaja. Ini bermaksud bahawa darah hanya akan memasuki urat tersebut mengikut kadar sembahyang waktu yang diwajibkan oleh Islam.......Begitulah keagungan ciptaan Allah!!!

Tidak menunaikan sembahyang , bermakna otaknya tidak akan dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal!!!
Oleh yang demikian, kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganuti agama Islam 'sepenuhnya' kerana sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agama-Nya yang indah ini.'


* Kalau rajin .. Tolong sebarkan maklumat ini kepada saudara
Muslim - Muslimat yang lain agar menjadi amalan kepada Kita semua. Ilmu yang bermanfaat ialah salah satu amal yang berkekalan bagi orang yang mengajarnya meskipun dia sudah mati.*

Friday, January 1, 2010

PETUA-PETUA IMAM SYAFIE, Rahimahullah a'laih

Empat perkara menguatkan badan
1. Makan daging 2. Memakai haruman
3. Kerap mandi 4. Berpakaian dari kapas

Empat perkara melemahkan badan
1. Banyak berkelamin (bersetubuh) 2. Selalu cemas
3. Banyak minum air ketika makan 4. Banyak makan bahan yang masam

Empat perkara menajamkan mata
1. Duduk mengadap kiblat 2.Bercelak sebelum tidur
3. Memandang yang hijau 4. Berpakaian bersih

Empat perkara merosakkan mata
1. Memandang najis 2. Melihat orang dibunuh
3. Melihat kemaluan 4. Membelakangi kiblat

Empat perkara menajamkan fikiran
1. Tidak banyak berbual kosong 2. Rajin bersugi (gosok gigi)
3. Bercakap dengan orang soleh 4. Bergaul dengan para ulama

4 CARA TIDUR

1. TIDUR PARA NABI
Tidur terlentang sambil berfikir tentang kejadian langit dan bumi.

2. TIDUR PARA ULAMA' & AHLI IBADAH
Miring ke sebelah kanan untuk memudahkan terjaga untuk solat malam

3. TIDUR PARA RAJA YANG HALOBA
Miring ke sebelah kiri untuk mencernakan makanan yang banyak dimakan.

4. TIDUR SYAITAN
Menelungkup/tiarap seperti tidurnya ahli neraka.